JAKARTA-Proses perizinan untuk pengembangan energi panas bumi (geothermal) di Indonesia dinilai masih sulit. Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Sugiharto Harso Prayitno menegaskan, pengembangan panas bumi memiliki risiko yang sangat tinggi. Tapi, semua daerah yang ada di Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yang besar.
"Ketika di daerah, kita masih menemukan permasalahan perizinan. Padahal panas bumi ini penting dikembangkan. Di negara lain yang mau dikembangkan, dibutuhkan pengeboran hingga 6.000 meter. Sedangkan, di Indonesia cukup hanya menggali 1.800 meter saja sudah bisa didapat energi panas bumi," jekis Sugiharto saat diskusi bulanan geo energi di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, problem klasik yang sering melilit upaya pengembangan panas bumi adalah ketika bertemu dengan makhluk yang bernama "perizinan." Misalnya, rekomendasi gubernur, rekomendasi bupati atau walikota, untuk pinjam pakai lahan dalam kegiatan eksplorasi dan ekploitasi. Juga rekomendasi teknis dari Perhutani yang sering mandek.
Masih ada lagi, kata dia, seperti izin dari Kementerian Kehutanan, izin penggunaan air tanah dan air permukaan, izin lokasi pembangunan proyek dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan beberapa izin lainnya. "Masih banyak izin ini dan itu. Dari Pemerintah Daerah saja sudah begitu banyak izin? Padahal pengembangan panas bumi itu membutuhkan izin primer, tapi izin primer bisa kalah karena masih banyaknya izin-izin yang berliku-liku," ungkap Sugiharto.
Dia menjelaskan, potensi panas bumi di Indonesia sampai saat ini sudah mencapai 28 ribu MW, namun yang terpakai baru 1.180 MW. Untuk pengembangannya dibutuhkan peran swasta dan investor lain. "Sumber EBT (Energi Baru Terbarukan) di Indonesia sangat besar.tapi untuk pengembangannya dibutuhkan juga peran dari pengusaha (pihak swasta). Kalau dari pemerintah sendiri akan sulit," katanya. Menurut Sugiharto, kalau mengandalkan APBN tidak mungkin karena terbatas dan di negara manapun APBN-nya pasti tidak banyak. Karena itu dibutuhan peran swasta. Dengan syarat, harus ada kepastian hukum dan juga kepastian usaha.
Dia menilai, penggunaan panas bumi harus dimaksimalkan. Soal harga, sekarang sudah bisa diatasi (melalui Permen 02/2011) dan harga panas bumi di Indonesia yang terbilang masih murah, karena banyak resources (sumber) yang tersedia. "Harga listrik dari panas bumi turun karena resources kita bagus. Kalau teknologi kita sudah bisa megang, kita sudah bisa mengembangkan sendiri dan harga juga bisa turun lagi," ujarnya.
Sekarang, lanjut Sugiharto, pihaknya sedang mengusahakan merevisi undang-undang terkait pemakaian lahan yang ada di kawasan hutan. Di tempat yang sama, Kepala Divisi Energi Baru Terbarukan PLN Muhammad Sofyan menyatakan, kendala.serupa masih dihadapi pihaknya dalam pengembangan listrik panas bumi. "Untuk regulasi, kita masih banyak terkendala di kawasan hutan lindung, hutan konservasi dan taman nasional. Karena banyak potensi panas bumi yang terletak di situ," ujarnya.
Sumber: Bataviase.co.id, 18 Maret 2011 (http://bataviase.co.id/node/606788)