Thursday, October 15, 2009

PRD Ende PMKRI dan GMPI Desak Dewan Keluarkan Rekomendasi Batalkan MoU

Ende, Flores Pos

Soal WKP Mutubusa

Oleh Hieronimus Bokilia

Sekretariat Bersama Perhimpunan Mahasiswa katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende dan Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (GMPI) Cabang Ende kembali menggelar aksi demo. Sekber PMKRI dan GMPI secara tegas menyatakan sikap menolak segala bentuk kegiatan menyangkut pertambangan di Flores-Lembata umumnya dan Ende khususnya. Mereka juga mendesak DPRD Ende segera mengeluarkan rekomendasi untuk mencabut kesepakatan kerja sama atau Memorandum of Undaerstanding (MoU) antara Pemerintah Kabupaten Ende dengan Bakrie Group yang akan melakukan pengeboran panas bumi Mutubusa. Langkah itu perlu dilakukan karena MoU dibuat tanpa sepengetahuan masyarakat Kabupaten Ende melalui perwakilannya di DPRD Ende.

Aksi demonstrasi yang digelar Sekretariar Bersama PMKRI dan GMPI pada Sabtu (26/9) dimulai dari Sekretariat Bersama di Margasiswa PMKRI Ende, Jalan Wirajaya. Mereka lalu bergerak menuju simpang lima melintasi Jl El Tari. Dari simpang lima massa bergerak menuju kantor bupati Ende dan berorasi di pintu masuk depan kantor bupati. Setelah berorasi selama lebih kurang 30 menit, massa PMKRI dan GMPI lalu bergerak menuju gedung Dewan.

Ketus Presidium PMKRI Cabang Ende, Levi Padalulu dalam orasinya mengatakan, pertambangan di manapun tidak pernah mensejahterakan masyarakat. Kegiatan pertambangan justru mensengsarakan masyarakat dan merusak lingkungan. Dia mengambil contoh tambang di Papua yang sampai saat ini tidak pernah mensejahterakan masyarakat bahkan masyarakat di sana hingga kini masih menggunakan koteka. Dia juga mengambil contoh kegiatan tambang di Lapindo yang dikerjakan oleh Bakrie yang sangat mensengsarakan masyarakat. Untuk itu, kata Padalulu, kebijakan tambang yang begitu getol diperjuangkan bupati-bupati Flores-Lembata sama dengan membawa persoalan tambang masuk ke Flores-Lembata.

Padalulu mengatakan, pemerintah hendaknya lebih memikirkan program pembangunan yang ramah lingkungan daripada membuat program yang menggali kubur untuk masyarakat Kabupaten Ende. Menurutnya, rencana pemerintah mengembangkan panas bumi Mutubusa adalah tindakan yang tidak dapt ditolerir. Kegiatan pengeboran panas bumi Mutubusa yang hanya berjarak lebih kurang 800 meter dari Danau Kelimutu dikhawatirkan akan merusak keindahan Danau Kelimutu. “Kalau nanti mereka bor dan sedot air di Mutubusa bisa saja air Danau Kelimutu ikut tersedot dan Kelimutu akan kehilangan keindahannya.”

Terkait penandatanganan MoU antara pemerintah dan Bakrie Group pada 14 September lalu di Jakarta, kata Padalulu dinilai sebagai tindakan sepihak karena tidak melibatkan masyarakat yang dalam hal ini diwakilkan oleh anggota DPRD Ende. Penyetoran uang jaminan senilai Rp100 miliar oleh Bakrie Gorup bukan merupakan jaminan tetapi sogokan untuk memuluskan jalan masuknya pertambangan. Karena itu, kata dia, MoU harus dicabut dan Dewan harus merekomendasikan ke bupati untuk mencabut MoU tersebut.

Ketua Korcab GMPI Ende, Nikolaus Bhuka, dalam orasinya mengatakan, kegiatan pertambangan menajdi cacatatan khusus mengingat banyak kejadian yang diakibatkan oleh tambang seperti di Lapindo, Mataloko yang membuat rakyat sengsara. Kegiatan tambang di dua tempat itu sudah jelas-jelas merusak lingkungan dan merosotnya ekonomi masyarakat. Bahkan, jika kegiatan tambang tetap dipaksakan dikhawatirkan akan merusak kultur masyarakat. “Tambang belum dilakukan konflik sudah terjadi di lapangan dan kalau dipaksakan akan membuat konflik lebih dasyat. Tambang adalah bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak.” Dikatakan, hadirnya tambang akan memunculkan kapitalis-kapitalis baru di Kabupaten Ende.

Di DPRD Ende, para pendemo diterima anggota DPRD Ende di pelataran gedung Dewan. Pimpinan dan anggota yang sedang menggelar rapat pembahasan peraturan tata tertib terpaksa menskorsing sidang guna menerima massa pendemo yang hadir. Dihadapan massa Sekber PMKRI dan GMPI, Ketua Sementara DPRD Ende, Marselinus YW Petu mengatakan, pimpinan dan anggota Dewan sedang membahas peraturan tata tertib untuk kepentingan lima tahun ke depan. Namun sidang terpaksa diskorsing untuk menerima kehadiran masa Sekber PMKRI dan GMPI. Marsel petu lalu memberikan kesempatan kepada massa untuk menyampaikan maksud kehadiran mereka.

Dihadapan pimpinan dan anggota Dewan, Padalulu mengatakan Mutubusa berada di dataran tinggi dan pemukiman berada di dataran rendah. Kegiatan pengeboran jelas akan berdampak pada permukiman yang ada dibawahnya. Dikatakan pula, uang jaminan yang diberikan Bakrie Gorup sebenarnya bukan jaminan tetapi pelicin atau aung sogok untuk melicinkan masuknya kegiatan tambang di Ende. “Lalu apakah Dewan dilibatkan? Kalau terlibat apakah ada surat rekomendasi dari DPRD Ende?” Dikatakan pula, menyangkut hak ulayat masih ada sengketa. Apalagi, kata dia. Tanah tidak berkembang sedangkan manusia berkembang. Dia mempertanyakan jika tanah sudah diobrak-abrik dan hancur ke depan hendak tinggal di mana lagi. “Sekarang dan ke depan Ende belum butuh tambang tetapi butuh pertanian, perkebunan dan pengembangan pariwisata.”

Heribertus Gani, pada kesempatan itu mengatakan, segala sesuatu kebijakan pembangunan yang berdampak luas terhgadap eksistensi masyarakat dan merugikan masyarakat patut ditentang. Sikap tindakan yang diambil tentunya mempunyai pendasaran secara teoritis dan pertimbangan-pertimbangan lain. Sikap yang diambil harus rasional dan bisa dipertanggungjawabkan. Pertambangan banyak pihak yang ikut dalam proses termasuk masyarakat dan dalam proses ini ada Amdal dan itu ada bagiannya. Jika Amdal mengatakan merugikan masyarakat sejak awal menentang dan harus bersikap menolak. Tetapi kalau tambang setelah dikaji sisi positif dan negatifnya ternyata sisi positifnya lebih banyak kenapa harus ditantang.

Ketika tambang memiliki nilai positif meningkatkan ekonomi rakyat, kata Gani maka harus siap kondisi dan tidak begitu saja menjeneralisir tambang jelek dan menghancurkan. Terkait MoU yang dipolemikan perlu dibenahi.

Arminus Wuni Wasa mengatakan, kegiatan pertambangan yang menggunakan alat moderen tidak pernah menguntungkan bahkan mematikan. Terkait Mutubusa, pimpinan Dewan dan pemerintah belum bicarakan dan secara pribadi belum pernah tahu baik lisan maupun tertulis.

Gabriel Dala Emma mengatakan, kegiatan tambang yang tidak berpihak pada rakyat jelas ditolak apalagi sampai mensengsarakan rakyat. Wakil Ketua Sementara Fransiskus Taso menambahkan, selama lima tahun periode lalu pemerintah belum pernah sampaikan draf kajian soal Mutubusa. MoU yang merupakan kelanjutan dari kajian-kajian dan MoU itu sendiri lembaga tidak pernah tahu dan tidak pernah disurati. “Kami sama sekali tidak tahu apalagi kajian-kajiannya juga tidak tahu.”

Menyikapi hal itu, Marsel petu berjanji akan mengundang instansi teknis terkait untuk dengar pendapat di DPRD Ende. Penyelenggaraan pembanguna, katanya harus melalui tahapan-tahapan dan karena rakyat sebagai pemilik pemerintahan maka konsep pembangunan harus dibicarakan bersama rakyat. Perlu pula dipelajari dampak dan manfaatnya serta untung dan ruginya karena itu merupakan p[engukuran kinerja dari pemerintah.

Thursday, October 8, 2009

RINDU SOKORIA

Tadi sekitar pkl. 12.30 - 15.00 WIB, saya keluyuran menyusuri ruas jalanan Jakarta, naik motor. Panas menyengat. Untung saya pakai jacket dan sarung tangan sehingga kulit tidak terbakar panas matahari. Saya teringat Sokoria yang sejuk dingin dan sepi. Sungguh jauh berbeda dengan Jakarta. Tiba-tiba saya merindukannya.

Agustus 2005, terakhir saya pulang ke Sokoria. Sudah 4 tahun saya belum kembali lagi ke sana. Sudah seperti apa Sokoria saat ini? Tentu banyak perubahannya. Saya hanya bisa membayangkannya ketika mendengar cerita teman atau saudara yang baru berlibur di Sokoria. Tetapi saya yakin ada yang tidak berubah; Loworia pasti masih terus mengalir, Lapangan rumput di depan Gereja St. Maria Fatima tentu masih ada, Kelikiku tetap setia menanti para perantau pulang, dan seterusnya. Orang bilang, "Tidak ada tempat di dunia yang melebihi keindahan kampung halaman, tanah tumpah darah kita. Bagiku, Sokoria memang paling indah. Undak-undakan sawah di lereng-lereng bukit dengan padi yang gemulai ditiup angin atau gemericik air yang menerobos celah bebatuan, atau kicau riang burung-burung di pagi dan sore hari, bukankah itu hal-hal yang membuatmu takjub dan terpesona? Apa saja yang ada di Sokoria cukup untuk para penghuninya. Tanah yang subur, mata air yang terus mengalir sepanjang tahun, hawa yang sejuk, aneka macam tumbuhan sumber makanan, dan seterusnya. Sokoria benar-benar memanjakan anak-anaknya. Asal kau rajin dan giat berusaha pasti hidupmu nyaman.

Ada satu rahasia kecil yang ingin saya ceritakan dan ini berhubungan dengan hobi saya, yaitu bahwa rata-rata anak lelaki Sokoria bisa bermain sepak bola. Alasannya sederhana karena di sana ada lapangan bola yang cukup memadai. Saya bangga dengan hal ini. Kandang-kadang saya berpikir jika saya bisa kembali menetap di sana, saya ingin mengorganisir atau menjadi mentor sepak bola. Siapa tahu bisa menemukan Cristiano Ronaldo from Sokoria? Kau mungkin menertawakanku. Tetapi saya ingin kau mengetahui bahwa Cristiano Ronaldo, Ronaldinho, Drogba, Maradona, Pele... adalah juga anak-anak kampung di negaranya. Bahkan di antara mereka adalah anak-anak miskin. Bakat, tekad, kemauan yang dilengkapi dengan latihan yang terarah dan teratur membuat mereka menjadi pemain bola hebat. Suatu saat saya berharap ada anak Sokoria yang seperti mereka.

Khayalan... oh khayalan... mungkin saya terlampau rindu dengan Sokoria atau terobsesi dengan CR9 atau Maradona? Saya memang kagum dengan kedua tokoh ini...

Salam rinduku untuk Sokoria Manise....



Saturday, October 3, 2009

Bantah Rp 100 M Sebagai Pelicin

Jaminan dari Perusahaan Tambang di Ende

Bantah Rp 100 M Sebagai Pelicin (ENDE, Timex)

Pemerintah Kabupaten Ende membantah uang Rp 100 miliar yang diterima dari PT Sokoria Geothermal Indonesia (SGI) bukan uang pelicin melainkan sebagai jaminan. Uang tersebut tidak dibagikan kepada pejabat seperti dugaan banyak orang.
Hal ini dikatakan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Ende, Bernabas Wangge kepada koran ini, Senin (28/9) di Ende. Dirinya mengatakan uang tersebut merupakan jaminan dalam pelaksanaan proses pembangunan pertambangan panas bumi di Mutubusa.

Pernyataan Kadis Pertambangan ini menanggapi aksi unjuk rasa Sekretariat Bersama PMKRI dan GMPI berkaitan dengan eksplorasi uap panas bumi di Mutubusa yang mensinyalir Pemkab Ende mendapat uang pelicin Rp 100 miliar dari PT. SGI.

"Uang Rp100 miliar itu adalah jaminan, bukan uang pelicin. Bukan pula dibagi-bagi kepada pejabat atau kepada diri saya. Ini adalah jaminan kesanggupan dan bukti tanggung jawab perusahaan dalam menjalankan kesepakatan yang sudah ditandatangani berkaitan dengan eksplorasi panas bumi," kata Wangge.

Ia menjelaskan, uang jaminan tersebut bisa menjadi milik Pemkab Ende jika dalam batas waktu tertentu tidak ada keseriusan dari pihak perusahaan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi. "Kalau dalam batas waktu tertentu tidak ada keseriusan maka uang itu menjadi miliki Pemkab Ende untuk digunakan bagi kepentingan pembangunan," katanya.

Wangge juga mengatakan, MoU antara Pemkab Ende dengan pihak PT. SGI sudah melalui mekanisme dan proses yang cukup panjang. Ia mengatakan, proses tersebut dimulai dari kepemimpinan periode sebelumnya yakni saat kepemimpinan Bupati Paulinus Domi.

Bupati Ende saat ini, Don Wangge, katanya, hanya menandatangani apa yang sudah disepakati bersama sebelumnya. Sebelum penandatanganan MoU, kata Wangge, sudah dilakukan kajian-kajian soal analisis mengenai dampak lingkungan.

Mantan Kasat Pol PP ini mengatakan, jika Mutubusa dibangun ditambah dengan PLTU Ropa di Kecamatan Maurole maka krirsis listrik di Kabupaten Ende bisa diatasi. Hingga saat ini, tambah Wangge, lebi dari 99 desa di Kabupaten Ende yang belum teraliri listrik. Karena itu dengan adanya eksploitasi panas bumi di Mutubusa maka dapat menjawab krisis listrik di Ende.

Penandatanganan MoU pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Mutubusa di Desa Sokoria, Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende sudah ditandatangani oleh pemenang tender PT. Sokoria Geothermal Indonesia (SGI) dan Pemkab Ende di Kantor Dirjen Mineral Panas Bumi dan Batu Bara pada 17 September 2009 lalu.

PT. SGI merupakan konsorsium perusahan Bakri Power dan perusahaan ENI, anak prusahan PT. PLN. Diharapkan pada awal Oktober ini sudah dilakukan sosialisasi pembangunan PLTP Mutubusa kepada masyarakat di Kabupaten Ende.

Anggota DPRD Ende, Heribertus Gani saat aksi mahasiswa, Sabtu (26/9) mengatakan, jika tambang itu lebih banyak ruginya maka harus ditolak. Tetapi jika positif maka harus didukung. Beberapa warga Sokoria menyabut positif kegiatan eksplorasi panas bumi ini. (kr7).

(sumber: Timor Express, Selasa, 29 Sep 2009)

PMKRI & GMPI Tolak Gas Alam di Mutubusa

Tolak Gas Alam di Mutubusa

ENDE, Timex-Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Don Bosco Cabang Ende bersama Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesa (GMPI) yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber), Sabtu (26/9) menggelar aksi menolak tambang di NTT khususnya di Mutubusa, Ende khususnya.
Aksi mereka dimulai dari Marga PMKRI di Jalan Wirajaya Ende, menuju Lampu Lima, Kantor Bupati Ende untuk melakukan orasi. Aksi elemen mahasiswa ini berakhir di Gedung DPRD Ende untuk melakukan dialog dengan anggota DPRD Ende. Di hadapan anggota dewan, dua elemen mahasiswa ini menyampaiakn pernyataan sikap menolak tambang di Mutubusa, Kecamatan Ndona Timur.

Dalam orasinya, Sekber ini menolak dengan tegas segala aktifitas pertambangan yang ada di Kabupaten Ende teristimewa eksplorasi Gas Alam di Mutubusa. Menurut mereka, tidak ada dampak positip dalam eksplorasi dan eksploitasi pertambangan di wilayah tersebut. Malah, yang ada hanyalah kerusakan ekosistem dan ekologi yang akan merugikan masyarakat. Karena itu para mahasiswa ini meminta pemerintah untuk tidak mudah memberi izin kepada investor untuk melakukan eksplorasi Gas Alam di Mutubusa.

"Seharusnya pemerintah sudah membaca buku besar tentang dampak eksplorasi tambang seperti di Sidoarjo, Papua dan di Mataloko. Di beberapa tempat itu eksplorasi secara besar-besaran telah membawa dampak lingkungan yang sangat besar dan merugikan manusia dan makluk hidup lainnya," kata Levi Padalulu, seorang orator.

Jika pemerintah tetap memberikan izin, kata Levi, maka ancaman kerusakan lingkungan benar-benar akan terjadi. Mereka menyayangkan kebijakan Bupati Ende, Don Bosco Wangge yang secara diam-diam mengadakan penandatanganan MoU dengan Grup Bakrie untuk mengeksploitasi tambang Gas Mutubusa.

Di hadapan anggota dewan, PMKRI dan GMPI menyatakan sikap penolakan terhadap pertambangan di Ende, khususnya di Mutubusa. "Kami menyatakan menolak semua jenis pertambangan yang akan dilaksanakan di Kabupaten Ende, terutama di Mutubusa yang sudah dilakukan penandatangan MoU. Kami harapkan lembaga dewan memiliki sikap yang sama untuk membela kepentingan masyarakat yang terancam oleh aktifitas tambang tersebut," kata Levi.

Ketua DPRD Sementara Ende DPRD Ende Marcel Petu yang memimpin anggota dewan menerima aksi mahasiswa tersebut mengatakan menerima aspirasi yang disampaikan tersebut. Namun, ia meminta waktu untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Namun, ia meminta elemen mahasiswa tersebut untuk memberi waktu selama beberapa hari karena lembaga dewan membutuhkan kajian dari instansi terkait mengenai rencana tambang tersebut.

"Memang kalau eksplorasi tentu ada sisi postif dan ada negatifnya. Kalau negatifnya lebih banyak mari kita tolak. Jika Positif mari kita dukung. Tetapi negatif dan positif bukan berdasarkan teori tetapi tentunya berdasarkan analisis dampak lingkungan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses pertambangan," kata Petu. Karena itu, ia mengharapkan elemen mahasiswa tersebut dan masyarakat Ende umumnya untuk menanti hasil kajian yang dilakukan di lokasi pertambangan Mutubusa.

Anggota dewan, Heribertus Gani juga menyatakan hal yang sama. "Kita tidak bisa menggeneralisir setiap bentuk tambang adalah merusak ekosistem alam. Karena itu perlu analisis dan pertimbangan dengan tidak megurangi tata aturan normatif," ujarnya.

Di hadapan wakil rakyat, Sekber dari PKKRI dan GMPI ini menyayangkan penandatanganan MoU antara Pemerintah Kabupaten Ende dalam hal ini Bupati Don Bosco M Wangge dengan Grup Bakrie dengan uang jaminan Rp100 miliar. Padahal, MoU tersebut tanpa sepengetahuan DPRD Ende. Karena ini mereka meminta DPRD Ende merekomendasi untuk segera membatalkan MoU tersebut.

PMKRI dan GMPI Ende juga meminta DPRD Ende mengeluarkan rekomendasi yang isinya bahwa warga Kabupaten Ende menolak tambang baik di Flores dan Lembata umumnya dan Kabupaten Ende pada khususnya. Mereka juga berjanji akan datang dengan jumlah yang lebih banyak jika lembaga dewan tidak menyingkapi tuntuan tersebut. (kr7

(sumber: Timor Express, Senin, 28 Sep 2009)