Monday, January 25, 2010

TANGGAPAN TENTANG KEBERADAAN PROYEK PLTP MUTUBUSA

Rabu, 30 September 2009
Masyarakat Sokoria Sambut Baik PLTP Mutubusa
Oleh Philipus Suri
Ende, Flores Pos

Masyarakat Desa Sokoria, Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende sangat mendukung hadirnya proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sokoria (Mutubusa). Sudah lama masyarakat Desa Sokoria menunggu. Sekarang sudah ada pemenang tender yaitu PT Sokoria Geothermal Indonesia yang mau mengelola panas bumi Sokoria. PT Sokoria Geothermal Indonesia merupakan konsorsium PT Bakrie Power dan PT Energi Management Indonesia (EMI) bukan ENI.
“Kami masyarakat Desa Sokoria menyambut baik pembangunan proyek PLTP Sokoria (Mutubusa). Kami minta PT Sokoria Geothermal Indonesia sebagai pemenang tender segeralah datang untuk mengekploitasikan panas bumi ini. Karena kami sangat membutuhkan listrik,” kata Sirilus Renggu, salah satu tokoh masyarakat Desa Sokoria melalui telepon selulernya dari Sokoria kepada Flores Pos di Ende, Senin (28/9).
Kata Sirilus, saat ini masyarakat dan tokoh masyarakat Desa Sokoria lainnya sudah mengetahui bahwa Bupati Ende, Don Bosco M. Wangge sudah menandatangani MoU pemenang tender dengan PT Sokoria Geothermal Indonesia di Jakarta untuk mengelola PLTP Mutubusa.
“Ada masyarakat dan tokoh masyarakat datang ke saya minta agar PT Sokoria Geothermal Indonesia jangan menunda-nunda lagi. Datang sudah,” kata mantan anggota DPRD Ende 2 periode, 1999-2004 dan 2004-2009.
Dia meminta berbagai elemen masyarakat Kabupaten Ende agar mendukung proyek PLTP Sokoria (Mutubusa). Jangan melihat uang Rp100 miliar. Uang Rp100 miliar itu adalah uang jaminan dari PT Sokoria Geothermal Indonesia kepada Pemkab Ende.
“Jika PT Sokoria Geothermal Indonesia melaksanakan kewajibannya dalam 6 bulan ke depan, uang Rp100 miliar itu mereka akan tarik kembali. Bukan milik Pemkab Ende lagi kecuali mereka tidak melaksanakan kewajibannya”.
Dia juga minta kepada Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende dan Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (GMPI) yang melakukan aksi demo menolak PLTP Sokoria (Mutubusa) pada Sabtu (26/9) lalu ke Pemkab dan DPRD Ende agar juga bisa memaparkan hasil kajian teknis soal dampak dari pembangunan proyek PLTP Mutubusa.
Karena rencana pembangunan PLTP Sokoria (Mutubusa), kata Sirilus, sudah sejak beberapa tahun lalu, pada kepemimpinan Bupati Paulinus Domi. Sejak saat itu ada kegiatan pengeboran untuk meneliti landaian suhu. Tapi masyarakat Sokoria tidak menolak atau mempertanyakan. ”Jadi, masyarakat sangat Sokoria sangat mendukung. Dan, sekarang masyarakat Sokoria sangat menyambut baik hadirnya PT Sokoria Geothermal Indonesia untuk membangun proyek PLTP Sokoria (Mutubusa)”.
Menjanjikan
Sementara mantan anggota DPRD Ende, H. Djamal Humris kepada Flores Pos, Senin (28/9), mengatakan pembangunan proyek PLTP Sokoria (Mutubusa) sangat positif dan menjanjikan bagi masyarakat Kabupaten Ende ke depan. Bukan saja hanya mendukung ketersediaan tenaga listrik, tetapi juga akan mendukung sektor-sektor lain seperti sektor industri, pariwisata, dan pertanian.
“Bagi yang belum memahami manfaat dari proyek tersebut jangan asal menolak. Harus ada kajian ilmiah. Karena rencana pembangunan proyek PLTP Sokoria (Mutubusa) sejak masa kepemimpinan Paulinus Domi. Dan, itu pernah disosialisasikan oleh pakarnya di lantai 2 Kantor Bupati Ende. Jadi proyek itu harus didukung,” katanya.
Itu pun pada periode lalu, kata Djamal, ada anggaran dari APBD Ende untuk mendukung rencana pembangunan proyek PLTP tersebut. Anggaran itu untuk pembenahan jalan ke Sokoria dan dana pendamping lainnya seperti pembebasan lahan.
Sudah Rujuk UU
Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Ende, Bernabas L. Wangge ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/9) mengatakan pembangunan proyek PLTP Sokoria sudah merujuk pada UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi, Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi, dan Keputusan Menteri ESDM No. 1534K/30/MEM/2008 tentang Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Sokoria, Kabupaten Ende.
Dia juga mengatakan, Bupati Ende belum mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Sokoria Geothermal Indonesia guna melakukan pembangunan proyek PLTP Sokoria. Karena salah satu syaratnya harus ada uang jaminan dulu sebagai jaminan kesungguhan.
“Jika uang jaminan Rp100 miliar itu sudah ada, Pemkab Ende tidak akan pakai termasuk bunganya. Bila 6 bulan ke depan PT Sokoria Geothermal Indonesia sudah melakukan kegiatan sesuai kontrak kerja, uang jaminan tersebut pihaknya akan tarik kembali,” katanya. *

Kecemasan Warga Ngalupolo Terhadap PLTP Mutubusa
oleh : d_lomen

Masyarakat Desa Ngalupolo, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende, Flores, NTT mengaku cemas dengan rencana eksplorasi gas alam Mutubusa di Sokoria, Ndona Timur, Ende, Flores, NTT yang akan dilaksanakan oleh PT. Sokoria Geothermal Indonesia (SGI). Keputusan Pemerintah Kabupaten Ende mengijinkan pihak PT. SGI mengembang proyek pembangkit listrik panas bumi tersebut sesungguhnya mendapat penolakan keras dari elemen mahasiswa dan LSM pemerhati lingkungan. Alasannya sudah banyak proyek serupa yang merusak lingkungan di Indonesia. Contoh nyata seperti semburan lumpur panas di Mataloko, Bajawa, Flores, NTT pertengahan 2009 dan semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur (2006-sekarang).
Namun rupanya ambisi pemerintah daerah untuk segera memenuhi kebutuhan listrik kepada masyarakat seakan mengabaikan semua penolakan yang disuarakan mahasiswa.
Bagi warga Ngalupolo yang bermukim di pesisir, realisasi proyek tersebut menjadi ancaman serius terhadap kelangsungan hidup mereka. Pasalnya, satu-satunya air sungai yang selama ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, bersumber dari pegunungan Sokoria (lokasi proyek). Praktis, jika aliran sungai tersebut tercemar zat-zat kimia, maka bayaha serius akan dirasakan 600-san jiwa warga di kampung itu. Bahaya lain yang juga menjadi kekewatiran masyarakat adalah ketika sebagian hutan di hulu dibabat untuk kepentingan proyek, maka debit air jelas akan turun termasuk juga ancaman banjir bandang.

Diterbitkan di: Desember 07, 2009

Thursday, January 21, 2010

SURAT DARI KAMPUNG

Sobatku yang baik,

Sore ini ketika aku menulis surat ini di luar hujan deras. Garis-garis air bagai jarum berjatuhan di atas daun-daun, di atas rerumputan. Lewat jendela kulemparkan pandangan ke lapangan rumput di depan gereja. Air hujan membentuk kolam-kolam kecil yang bening di atas rumput hijau di beberapa bagian lapangan yang berlekuk. Aku tersenyum teringat kamu yang jenaka dan sedikit usil. Saat-saat seperti ini biasanya kita berlarian menuju lapangan itu, saling menggoda, bergulingan di genangan-genangan air itu. Biasanya kau paling nakal, membuat kami teman-temanmu berjatuhan lalu tertawa berderai.

Sobat,

Apakah di tempat kau berada saat ini ada keriangan waktu hujan seperti di kampung kita? Aku sangsi. Aku cemas ketika menyaksikan berita di televisi bahwa kotamu sering dilanda banjir ketika hujan turun. Apakah tempat tinggalmu juga terendam banjir seperti yang aku saksikan di televisi? Aku coba melihat dengan seksama tayangan demi tayangan, barangkali ada engkau di atas perahu karet penolong. Aku tidak bermaksud menertawakanmu. Aku hanya mencemaskanmu, sobat. Semoga kau selalu baik-baik saja adanya.

Sobat,

Sudah cukup lama kita tidak bertemu. Masih ingatkah kau pada kami teman-temanmu di sini? Senja atau malam hari purnama, saat duduk-duduk di teras rumah, kami juga membicarakanmu. Kadang-kadang tawa kami berderai bila bercerita tentang kelakuan kita yang lucu-lucu waktu kecil. Menunggang kuda tanpa pelana dan berpacu hingga pantat kita lecet-lecet. Hahaha... tetapi kita tak pernah jera dan selalu mengulangnya kembali. Sore hari bermain bola dengan kaki tanpa sepatu, tak peduli kaki kita luka dan berdarah. Bermain di sungai Loworia hingga kelaparan. Ah terlalu banyak cerita masa kecil kita di sini. Masih ingat kah kau? Mudah-mudahan kau juga mengenangnya dan ikut tersenyum.

Sobat,

Hujan sudah mulai reda dan di luar sudah mulai gelap. Sampai di sini dulu ceritaku, lain waktu disambung lagi.

Salam dan doaku.

Friday, January 8, 2010

Pua Saleh Pertanyakan Keberangkatan Tiga Anggota DPRD

Studi Banding ke Lokasi Panas Bumi Garut
Oleh: Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos., 6 Januari 2010.
Ketua Fraksi Demokrat, Haji Pua Saleh mempertanyakan keberangkatan tiga anggota DPRD Ende ke lokasi panas bumi Garut untuk mengikuti studi banding. Tiga anggota Dewan masing-masing Philipus Kami, Damran I Baleti dan Maximus Deki merupakan tiga anggota Dewan yang selama ini begitu getol mempersoalkan rencana eksporasi dan eksploitasi panas bumi Mutubusa. Karena itu keberangkatan ketiganya apalagi dibiayai oleh pemerintah melalui Dinas Pertambangan dan Energi patut dipertanyakan. Apalagi, kata dia, informasi dari dinas menyebutkan bahwa keberangkatan mereka bukan untuk mengikuti studi banding ke Garut namun untuk menghadiri penandatanganan MoU jaminan keseriusan dari pihak investor dengan memberikan uang jaminan senilai Rp100 miliar.
Kepada Flores Pos di ruang kerja Komisi B, Rabu (30/12), Haji Pua Saleh mengatakan, keberangkatan ketiga anggota Dewan ini atas penunjukan dari pimpinan DPRD tanpa melalui mekanisme dan dinilai tidak transparan. Seharusnya, kata dia, jika ketiga anggota Dwan ii pergi mewakili lembaga Dewan maka seharusnya penunjukannya harus melalui mekanisme rapat Dewan untuk mengambil kesepakatan mengirim utusdan mengikuti kegiatan dimaksud apalagi kegiatan penandatanganan MoU jaminan keseriusan dari pihak investor.
Dikatakan, sebetulnya dia tidak keberatan atas keberangkatan ketiganya. Hanya saja tidak ada transparansi dalam penunjukan ketiganya. “Jadi pertanyaan apakah mereka mewakili lembaga atau berangkat secara indifidu atau pribadi,” kata Pua Saleh. Namun karena mereka sudah mengikuti kegiatan penandatanganan MoU tersebut maka setidaknya ketika mereka kembali nanti mereka mampu memberikan penjelasan atau sosialisasi terkait rencana eksporasi dan eksploitasi panas bumi Mutubusa kepada masyarakat. Hal yangperlu dijelaskan ketiganya, kata dia adalah menyangkut analisis dampak lingkungan (AMDAL), royalti yang diperoleh pemerintah dari kegiatan tersebut bagaimana langkah-langkah antisipasi ke depan mengingat proyek ini jangka waktunya cukup lama yakni mencapai 40 tahun.
Menurut Pua Saleh, selama ini masyarakat masih sangat awam soal kegiatan proyek panas bumi Mutubusa baik mengenai kajian AMDAL. Bahkan, kata dia, anggota DPRD Ende juga banyak yang belum memahami sejauh mana sosialisasi pemerintah daerah kepada masyarakat terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi panas bumi. Sejauh ini juga belum ada transparansi dari pemerintah terkait MoU dan kontrak kerja dengan pihak investor sehingga Dewan belum bisa menjadwalkan waktu melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pua Saleh menilai, lokasi panas bumi Mutubusa yang letaknya di ketinggian dan dibawahnya terletak pemukiman warga memang sangat riskan. “Kita khawatir kejadian di Lapindo bisa berpindah ke Mutubusa. Jelas kalau terjadi pemukiman warga yang ada di bawah dataran akan menjadi korban,” kata Pua Saleh.
Karena itu dia berharap, tiga anggota yang ditunjuk pimpinan mewakil lembaga Dewan yang dinilainya selama ini cukup ngotot menolak rencana proyek panas bumi ini mampu menterjemahkan langkah-langkah lebih lanjut setelah mereka kembali ke Ende. Jika nanti ada protes dari masyarakat yang datang ke lembaga Dewan ketiganya juga harus tampil memberikan penjelasan. “Selama ini ngotot tolak. Tapi kalau sudah jalan itu berarti sama dengan menyetujui.”
Pua Saleh juga mempertanyakan pembiayaan yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai segala kegiatan menyangkut rencana proyek panas bumi Mutubusa. Padahal, kata dia, seharusnya segala biaya tersebut menjadi tanggung jawab pihak investor. Namun pemerintah dalam APBD mengusulkan sejumlah anggaran dan telah ditetapkan bersama DPRD untuk membiayai segala kegiatan dimaksud dana lebih kurang Rp600 juta lebih yang telah dimanfaatkan. “Kesimpulannya terjadi saling tumpang tindih dari pos anggaran yang berbeda. Diduga, ada indikasi penggunaan dana itu fiktif,” kata Pua Saleh.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Ende, Barnabas L Wangge kepada Flores Pos dari Surabaya mengatakan, keberangkatan mereka ke Garut bukan untuk penandatanganan MoU jaminan keseriusan. Namun merupakan kegiatan studi banding ke lokasi panas bumi Garut untuk melihat langsung dampak dari kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan panas bumi di sana. Dampaknya sangat positif baik dari sisi pendidikan, ekoniomi, pertanian dan dari sisi pariwisata.
Terkait pendanaan, Wangge membantah dengan tegas jika dalam proses ini semua pendaan menjadi tanggung jawab pihak investor. Menurut dia, seluruh pembiayaan dalam proses ini masih menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Pihak investor baru membiayai semua kegiatan ketika ijin usaha pertambangan (IUP) dengan jaminan kesungguhan Rp100 miliar sudah diberikan. Jika sudah mulai dilakukan eksplorasi maka seluruh pembiayaan menjadi tanggung jawab investor. “Kita hanya bantu siapkan infrastruktur seperti jalan. Mereka (investor) juga harus siapkan jaminan sosial, pendidikan bagi masyarakat sekitar lokasi panas bumi.”
Sejauh ini, kata Wangge, IUP belum dapat dikeluarkan karena belum adanya kesepakatan harga jual per kwh antara pihak investor dengan PLN. Pihak investor menawarkan harga terlampau tinggi padahal patokan harga PLN hanya 9,7 sen per kwh sedangkan yang ditawarkan 12,5 sen per kwh. Untuk itu sedang diupayakan membuat usulan ke presiden agar poryek panas bumi Mutubusa masuk dalam perencanaan pengembangan kawasan timur Indonesia agar selisih harga bisa ditanggulangi oleh pemerintah dari APBN.
Anggota DPRD Ende, Philipus Kami yang dihubungi melalui telepon selularnya pada Rabu mengakui dia baru kembali dari Garut dan telah tiba di Kupang. Selanjutnya akan berangkat menuju Ende. Terkait keberangkatannya bersama dua anggota Dewan lainnya, Kami mengakui merupakan perjalanan dinas yang dibiayai oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi. Namun Kami membantah jika keberangkatan mereka itu untuk menghadiri penandatanganan MoU jaminan keseriusan. Akan tetapi, kata Kami, keberangkatan mereka bersama Wakil Bupati Ende, Achmad Mochdar, Kadis Pertambangan dan Energi, Barnabas L Wangge, sejumlah warga dari Komunitas Sokoria, dan staf kecamatan adalah kegiatan semacam studi banding ke lokasi panas bumi Garut.
Kehadiran mereka di Garut untuk melihat dari dekat keberadaan panas bumi Garut baik dari sisi pengaruh ekonomi, pengaruh atau dampak terhadap lingkungan dan pelayanan kepada masyarakat. Sebelum turun ke lokasi panas bumi Garut, kata Kami, mereka terlebih dahulu mengikuti penjelasan teknis dari pihak pengelola panas bumi Garut. Dalam penjelasan teknis dari pihak pengelola terkait dengan kekhawatirannya akan adanya zat berbahaya yang dapat membahayakan masyarakat dijelaskan bahwa zat itu memang ada. Hanya saja dalam pelaksanaannya ada upaya khusus yang dilakukan untuk membuang zat tersebut ke udara sehingga tidak membahayakan masyarakat.
Setelah mendengar penjelasan teknis, selanjutnya mereka ke lokasi panas bumi. Dari hasil pemantauan di lapangan, kata Kami, ada banyak hal yang selama ini dikhawatirkan ternyata tidak terjadi di lokasi panas bumi. Dia mengambil contoh, kondisi lingkungan yang dikhawatirkan ketika dieksplorasi dan dieksploitasi akan merusak lingkungan ternyata kondisi di lokasi panas bumi Garut sangat bertolak belakang. Tanaman bisa hidup dengan subur di lokasi panas bumi Garut. Selain itu, keberadaan panas bumi Garut juga sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat sekitar yang mulai membaik seiring dengan pengoperasian panas bumi Garut.

Thursday, January 7, 2010

2010

sedikit terlambat tetapi tak mengapa... SELAMAT TAHUN BARU 2010..... semoga segala usaha, kesehatan menjadi lebih baik. God bless us....