Thursday, October 28, 2010

Panas Bumi Sokoria Jadi Proyek Percontohan

E-mail Print PDF

Ende, FloresNews.com - Proyek panas bumi Sokoria di Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur dijadikan sebagai proyek percontohan untuk proyek panas bumi di kawasan timur Indonesia."Penetapan Sokoria menjadi proyek percontohan panas bumi di kawasan timur Indonesia ini sesuai hasil pertemuan semua kabupaten/kota dengan pihak Departemen Pertambangan dan Energi," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Ende Barnabas Wangge di Ende, Sabtu (2/10).

Dia mengemukakan, proyek ini dalam proses tender dimenangkan PT Sokoria Geotermal Indonesia milik Bakrie Group. Perusahan ini memiliki konsorsium yang beranggotakan sejumlah perusahan dari berbagai dunia. Rencananya, kata dia, tanggal 15 Oktober mendatang, ada tim dari Australia yang datang ke Ende untuk membicarakakan lebih lanjut rencana ekploitasi panas bumi tersebut.

Panas bumi Sokoria memiliki daya yang sangat besar untuk membangkitkan tenaga listrik di Pulau Flores jika dieksplotasi semuanya. Namun, kata Barnabas Wangge, sesuai dengan izin eksplorasi yang sudah dikeluarkan, hanya dibatasi 30 megawatt (MW) untuk kebutuhan di Pulau Flores.

Menurutnya, untuk pemanfaatan panas bumi tersebut masih dibicarakan antara pihak perusahan pengemban dengan PT PLN (Persero). "Dari pihak PLN menawarkan harga 9,7 sen dolar AS/Kwh, sedangkan dari perusahan pengemban dengan harga 12,5 sen dolar AS/Kwh," katanya.

Barnabas Wangge berkeyakinan pihak PLN tetap memanfaatkan sumber panas bumi Sokoria karena sesuai arahan presiden, penggunaan panas bumi tahap pertama untuk wilayan timur Indonesia sebesar 10.000 megawatt. Selain Sokoria, wilayah Kabupaten Ende memiliki lima titik panas bumi yakni di Lesugolo, Kecamatan Detekeli, Detusoko, Do di Kecamatan kelimutu, Kombadaru di Kecamatan Ende, dan Mutubusa. "Kecuali panas bumi Sokoria, lima titik lainnya ini masih dalam tahapan penelitan," kata Wangge.

Ia menambahkan, banyak potensi pertambangan di wilayah itu yang jika diekplotasi semua akan mendatangkan keuntungan yang besar bagi daerah. Hanya saja sejauh ini belum ada sosialisasi yang mendalam kepada masyarakat sehingga kehadiran proyek pertambangan selalu mendapat penolakan dari masyarakat. "Kelamahan ini disadari oleh pemerintah, dan hal ini menjadi masalah yang dibicarakan dalam pertemuan di tingkat provinsi maupun pusat," ujarnya.

Untuk sosialisasi dimaksud, pihaknya akan terjun ke semua lokasi pertambangan untuk berdialog dengan masyarakat setempat.(ant)


sumber: http://www.floresnews.com/fn1/index.php?option=com_content&view=article&id=1577:panas-bumi-sokoria-jadi-proyek-percontohan&catid=89:investasi&Itemid=285

Panas Bumi Sokoria Jadi Proyek Percontohan

E-mail Print PDF

Ende, FloresNews.com - Proyek panas bumi Sokoria di Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur dijadikan sebagai proyek percontohan untuk proyek panas bumi di kawasan timur Indonesia."Penetapan Sokoria menjadi proyek percontohan panas bumi di kawasan timur Indonesia ini sesuai hasil pertemuan semua kabupaten/kota dengan pihak Departemen Pertambangan dan Energi," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Ende Barnabas Wangge di Ende, Sabtu (2/10).

Dia mengemukakan, proyek ini dalam proses tender dimenangkan PT Sokoria Geotermal Indonesia milik Bakrie Group. Perusahan ini memiliki konsorsium yang beranggotakan sejumlah perusahan dari berbagai dunia. Rencananya, kata dia, tanggal 15 Oktober mendatang, ada tim dari Australia yang datang ke Ende untuk membicarakakan lebih lanjut rencana ekploitasi panas bumi tersebut.

Panas bumi Sokoria memiliki daya yang sangat besar untuk membangkitkan tenaga listrik di Pulau Flores jika dieksplotasi semuanya. Namun, kata Barnabas Wangge, sesuai dengan izin eksplorasi yang sudah dikeluarkan, hanya dibatasi 30 megawatt (MW) untuk kebutuhan di Pulau Flores.

Menurutnya, untuk pemanfaatan panas bumi tersebut masih dibicarakan antara pihak perusahan pengemban dengan PT PLN (Persero). "Dari pihak PLN menawarkan harga 9,7 sen dolar AS/Kwh, sedangkan dari perusahan pengemban dengan harga 12,5 sen dolar AS/Kwh," katanya.

Barnabas Wangge berkeyakinan pihak PLN tetap memanfaatkan sumber panas bumi Sokoria karena sesuai arahan presiden, penggunaan panas bumi tahap pertama untuk wilayan timur Indonesia sebesar 10.000 megawatt. Selain Sokoria, wilayah Kabupaten Ende memiliki lima titik panas bumi yakni di Lesugolo, Kecamatan Detekeli, Detusoko, Do di Kecamatan kelimutu, Kombadaru di Kecamatan Ende, dan Mutubusa. "Kecuali panas bumi Sokoria, lima titik lainnya ini masih dalam tahapan penelitan," kata Wangge.

Ia menambahkan, banyak potensi pertambangan di wilayah itu yang jika diekplotasi semua akan mendatangkan keuntungan yang besar bagi daerah. Hanya saja sejauh ini belum ada sosialisasi yang mendalam kepada masyarakat sehingga kehadiran proyek pertambangan selalu mendapat penolakan dari masyarakat. "Kelamahan ini disadari oleh pemerintah, dan hal ini menjadi masalah yang dibicarakan dalam pertemuan di tingkat provinsi maupun pusat," ujarnya.

Untuk sosialisasi dimaksud, pihaknya akan terjun ke semua lokasi pertambangan untuk berdialog dengan masyarakat setempat.(ant)


sumber: http://www.floresnews.com/fn1/index.php?option=com_content&view=article&id=1577:panas-bumi-sokoria-jadi-proyek-percontohan&catid=89:investasi&Itemid=285

Thursday, August 26, 2010

sebuah TANTANGAN untuk PUTRA NTT...

Wow... waktu begitu cepat berlalu. Terasa cukup lama tidak mengisi blog tercinta ini. Sibuk dengan rutinitas harian bikin otak mampet dan tidak kreatif. Oh ho...

Berselancar di jagad maya ini, tidak sengaja menemukan tulisan yang menggugah nurani, mempertanyakan eksistensiku sebagai anak asli NTT, putra Flores, ata Lio, mosa Sokoria. Isi tulisan ini menyodok keras dadaku, menampar mukaku. Apa yang sudah saya lakukan untuk tanah kelahiranku? Belum ada! Sedangkan orang ini yang bukan anak NTT dengan segenap hati mau memperhatikan dan memberikan sesuatu untuk NTT ku tercinta.

Tulisan berikut adalah copy- paste dari Pos Kupang yang dirilis bulan Februari 2010. Sudah cukup lama, tetapi jujur saya baru menemukannya beberapa menit yang lalu dan ini sungguh menyentuh hati saya. Kiranya juga menggugah para pembaca yang lain untuk sedikit memikirkan masa depan NTT. Why not? Selamat membaca dan menyimak!

http://www.pos-kupang.com/read/artikel/42927/pkminggu/bumikita/2010/2/8/obsesi-sr-cicilia-menghijaukan-sabu

Obsesi Sr. Cicilia Menghijaukan Sabu



POS KUPANG/ALFRED DAMA
Sr.Susilwati Cicilia Laurentia
Senin, 8 Februari 2010 | 00:05 WIB



Hanya diperlukan kerja sama dan kerja keras masyarakat Sabu untuk mejadikan pulau ini sebagai pulau yang hijau dan berlimpah air.

Suter (Sr) Susilawati Cicilia Laurentia memiliki obsesi untuk menghijaukan Pulau Sabu. Menurutnya, mimpinya adalah membuat Pulau Sabu menjadi pulau yang hijau namun mimpu itu bukan mustahil. Menghijaukan Sabu tidak memerlukan waktu 20 hingga 40 tahun, melainkan hanya butuh delapan hingga 10 tahun.

Ketertarikan biarawati yang meraih gelar Master (S2) Teknik Hidrologi dan Lingkungan Universitas Delft, Belanda serta Doktor (S3) Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan-Bandung ini ketika ia pertama datang ke NTT Tahun 1999 lalu. Semula ia mengembangkan sistem irigasi di kawasan pengungsi Weberek, Timor Timur. Ia mencoba mengembangkan sistem irigasi untuk lahan tidur yang banyak terdapat di sana.

Belum sempat terealisasi terjadi insiden mencekam, yaitu bentrokan antara TNI dan gerilyawan Falentil yang membuat dia terpaksa harus pergi dari wilayah itu.
Sejak 2002 Susi memilih pindah bertugas di Kupang setelah mengetahui Ordo PI membuka cabang baru di sana. Di daerah ini ia menyadari bahwa potensinya sebagai biarawati sekaligus ilmuwan bisa difungsikan secara maksimal.

Untuk mengasah ilmu hidrotekniknya, selain ke Belanda, dia juga berkunjung ke Malang, Jawa Timur, dan Bandung, Jawa Barat. Sejak 2006 ia kerap bolak-balik Kupang-Sabu dan Raijua untuk mengembangkan risetnya, bersamaan dengan mengambil program doktor di Unpar.

Saat berkeliling di Pulau Sabu, ia trenyuh melihat kondisi masyarakat setempat yang kebutuhan pangannya bergantung pada daerah lain. Karena tanah yang tandus dan ekstremnya kondisi cuaca, di mana kekeringan bisa terjadi di sepanjang tahun, tanaman pangan yang membutuhkan cukup air, seperti padi dan jagung sangat sulit tumbuh di sana.

"Pertama saya ke Sabu itu yang ada hanyalah pohon lontar dan beberapa palawija, seperti sorgum dan kacang hijau," ucap biarawati ini saat ditemui di kampus Fakultas Teknik-Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) ini.


Kondisi wilayah yang sulit dijangkau kian memperberat kondisi ekonomi warga setempat. Dari Kupang ke Sabu butuh waktu perjalanan 15 jam dengan kapal feri. Itu pun hanya ada seminggu sekali. Jika sedang musim angin barat dan timur, praktis tidak ada transportasi umum karena ombak sangat besar dan berbahaya.

Menyadari beratnya kondisi ekonomi di pulau kecil itu, Susi bertekad mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk meneliti sistem pengelolaan terpadu air hujan untuk pertanian.
Pertanian Terintegrasi
Ia mengembangkan konsep pemanfaatan model pengelolaan air hujan untuk pertanian yang terintegrasi dengan sistem prasarana, operasional dan pemeliharaan, kelembagaan, serta pemberdayaan masyarakat dengan sistem informasi manajemen terpadu.

Dia meyakini, hanya dengan integrasi ini kekeringan di pulau kecil itu bisa diatasi secara teknis.
Konsep ini sekaligus merupakan penyempurnaan sistem embung (waduk kecil) yang dikembangkan pemerintah daerah setempat selama 20 tahun terakhir. "Beberapa embung tidak lagi berfungsi karena penuh dengan sedimen, sementara yang lainnya kosong karena dimensinya tidak sesuai dengan daerah tangkapan hujan," paparnya.


Sistem embung yang telah dikembangkan ini juga tidak mendapat dukungan memadai dari masyarakat pengguna. Sebab, pendekatan pengelolaannya masih bersifat top-down.

Dengan kata lain, pengelolaan pemanfaatan air hujan di Pulau Sabu-Raijua selama ini dinilainya masih jauh dari sentuhan teknologi dan, yang lebih buruk, pendekatannya pun elitis.

Untuk itu, dalam aplikasi studinya, ia memanfaatkan kearifan-kearifan lokal yang telah lebih dahulu tumbuh.

Ini misalnya pembuatan jebakan-jebakan air atau cekdam-cekdam kecil berantai serta sumur-sumur gali yang telah digunakan di Desa Daieko yang terletak di ujung barat Pulau Sabu.

Dengan alat berbasiskan data dan sistem informasi yang dikembangkannya, dapat ditentukan secara tepat teknis dan posisi keberadaan jebakan-jebakan air. Prasarana semacam ini relatif lebih murah ketimbang membangun embung-embung yang hasilnya belum tentu juga efektif.
Meskipun fisiknya melemah karena harus berjuang melawan penyakit mastitis tuberkulosis, Susi bertekad mewujudkan mimpinya menghijaukan Pulau Sabu-Raijua.(alf/kompas.com)


Butuh 10 Tahun

MENJADIKAN Sabu sebagai pulau yang tidak kekurangan air bukan hal yang sulit. Hanya diperlukan teknologi pengelolan tanah dan air serta menyatukan dengan kearifan lokal.

Susilawati menyebutkan, karakteristik sungai di daerah semi arid (Pulau Sabu dan Pulau Raijua) sebagian besar merupakan sungai musiman. Air hanya ada saat musim hujan dan setelah hujan berhenti, maka akan kering kembali. Hal ini juga dipengaruhi oleh karakteristik hujan dan topografi wilayah, dimana hujan yang jatuh mempunyai karakteristik sebagai hujan badai sehingga aliran air limpasan permukaan sangat besar dan cepat terbuang menuju ke laut.

Karakteristik ini mengakibatkan bahwa pada musim kering tidak ada ketersediaan air dari aliran permukaan, juga dalam aliran air tanah karena air kurang memiliki kesempatan untuk meresap ke dalam tanah.

Untuk memperbaiki situasi ini, maka diperlukan adanya suatu usaha konservasi air berupa memasukkan air hujan yang jatuh sebanyak mungkin ke dalam tanah sebagai imbuhan akan cadangan air tanah.


Di wilayah Sabu dan Raijua, tidak banyak terdapat mata air yang cukup besar. Mata air yang ada kecil, kurang dari 10 liter per detik. Kebanyakan mata air ini tertampung dalam suatu kolam. Daerah yang mempunyai mata air cukup besar adalah di wilayah Sabu Timur dimana terdapat pertanian padi sawah.

Di Raijua, mata air yang ada bermuara di daerah pantai sehingga sulit dimanfaatkan, karena membutuhkan pompa untuk menaikan air yang ada agar dapat dimanfaatkan.

Di wilayah Pulau Sabu dan Raijua telah dikembangkan banyak embung untuk memenuhi kebutuhan air. Dari kajian, analisis dan evaluasi pengembangan sistem embung, khususnya di Pulau Sabu dan Pulau Raijua, yang meliputi tinjauan sistem prasarana, operasi dan pemeliharaan, kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, sistem informasi dan analisis nilai manfaat, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan sistem embung di Pulau Sabu dan Pulau Raijua memberikan nilai manfaat yang positif, namun secara teknis sistem prasarana perlu beberapa perhatian terhadap perencanaan target layanan yang tepat, kondisi pengisian air di embung dan kecepatan laju sedimentasi.

Sistem operasi dan pemeliharaan kurang diperhatikan sehingga embung setelah beberapa waktu yang pendek tidak berfungsi lagi. Begitu pula sistem kelembagaan yang kurang jelas karena keterbatasan sumber daya manusia.

Dari bebagai hal di atas menurut Sr. Susi, konservasi pengelolaan air bisa dilakukan dimana diperlukan beberapa pembenahan. Langka pertama yang harus dilakukan adalah menyadarkan dan mengajak masyarakat untuk mau melakukan hal-hal teknis terkait pengelolaan air.

Caranya, masyarakat diajak untuk memodifikasi tanah dan membuat semacam terasering untuk menjebak air pada musim hujan. Dengan teknik khusus, cara ini bisa mengoptimalkan penyerapan air pada musim hujan. Pada saat yang bersamaan juga dilakukan penananam pohon-pohon tertentu.

Dengan teknologi ini, maka air tidak langsung mengalir ke laut, melainkan tersimpan dibawa permukaan tanah. Dan, ini bisa dimanfaatkan untuk menanam.

Bila cara ini konsisten dilakukan oleh masyarakat maka, dalam waktu sekitar 10 tahun, Sabu bukan lagi daerah yang tandus. "Saya yakin, kalau ini bisa berjalan maka dalam 10 tahun, Sabu sudah hijau," jelasnya. (alf)


Tuesday, May 11, 2010

ENERGI PANAS BUMI

Pengantar:

Realisasi pembangunan pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Mutu Busa Sokoria kian mendekati titik terang. Pada bulan April 2010 lalu bertepatan dengan penyelenggaraan WGC (World Geothermal Congress) 2010 di Nusa Dua, Bali yang juga dihadiri oleh Presiden RI, telah ditandatangani dan diserahterimakan izin usaha panas bumi PLTP Sokoria (Mutubusa) oleh Pemkab Ende, NTT kepada PT Sokoria Geothermal Indonesia. Pemerintah (presiden) mendukung sepenuhnya pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia termasuk di Mutubusa Sokoria. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan akan menghapus aturan yang menghambat masuknya investasi, baik lokal maupun asing, dalam pengembangan panas bumi untuk menjadi pemain utama dunia di energi tersebut.

Sebagaimana diketahui dan ditulis dalam berita lokal maupun nasional, adanya proyek Mutubusa telah menimbulkan reaksi pro dan kontra terutama dari kalangan masyarakat kabupaten Ende khususnya dan NTT umumnya. Untuk itu tulisan dibawah ini kiranya sedikit memberikan gambaran tentang apa itu Energi Panas Bumi atau Geothermal dan dampak pengelolaannya terhadap lingkungan. Kiranya dengan ini terjawab sudah kekhawatiran-kekhawatiran kita selama ini dan kitapun lebih arif menyikapi keberadaan proyek tersebut dan apa saja yang dapat kita lakukan agar proyek ini berjalan sebagaimana mestinya.

Definisi Energi Panas Bumi.

Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi. Panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, berpotensi besar serta sebagai salah satu sumber energi pilihan dalam keanekaragaman energi.
Panas Bumi merupakan sumber energi panas yang terbentuk secara alami di bawah permukaan bumi. Sumber energi tersebut berasal dari pemanasan batuan dan air bersama unsur-unsur lain yang dikandung Panas Bumi yang tersimpan di dalam kerak bumi. Untuk pemanfaatannya, perlu dilakukan kegiatan penambangan berupa eksplorasi dan eksploitasi guna mentransfer energi panas tersebut ke permukaan dalam wujud uap panas, air panas, atau campuran uap dan air serta unsur-unsur lain yang dikandung Panas Bumi. Pada prinsipnya dalam kegiatan Panas Bumi yang ditambang adalah air panas dan uap air.
Pemanfaatan energi panas bumi relative ramah lingkungan karena unsur-unsur yang berasosiasi dengan energi panas tidak membawa dampak lingkungan atau berada dalam batas ketentuan yang berlaku. Panas Bumi merupakan sumber energi panas dengan ciri terbarukan karena proses pembentukannya terus-menerus sepanjang masa selama kondisi lingkungannya dapat terjaga keseimbangannya.
Emisi CO2, SO2, dan NO2 yang dihasilkan PLTP terhitung sangat rendah. PLTP juga tak mengakibatkan degradasi mutu lingkungan karena tidak ada penambangan di permukaan, tumpahan minyak, dan penggenangan habitat.

Potensi Panas Bumi.

Energi panas bumi adalah termasuk energi primer yaitu energi yang diberikan oleh alam seperti minyak bumi, gas bumi, batubara dan tenaga air. Energi primer ini di Indonesia tersedia dalam jumlah sedikit (terbatas) dibandingkan dengan cadangan energi primer dunia. Sebagai gambaran sedikitnya atau terbatasnya energi tersebut adalah berdasarkan data pada Tabel I.

Tabel 1 Cadangan energi primer dunia.

cadangan Minyak Bumi Indonesia 1,1 % Timur Tengah 70 %
Cadangan Gas Bumi Indonesia 1-2 % Rusia 25 %
Cadangan Batubara Indonesia 3,1 % Amaerika Utara 25 %

Sedangkan cadangan energi panas bumi di Indonesia relatif lebih besar bila dibandingkan dengan cadangan energi primer lainnya, diperkirakan mencapai 27 GWe atau setara dengan 40 persen sumberdaya panasbumi dunia, hanya saja belum dimanfaatkan secara optimal.

Tabel 2:
Tabel 3:

Penggunaan Energi Panas Bumi.

Seperti diketahui, energi panas bumi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sumber energi terbarukan yang lain, diantaranya: (1) hemat ruang dan pengaruh dampak visual yang minimal, (2) mampu berproduksi secara terus menerus selama 24 jam, sehingga tidak membutuhkan tempat penyimpanan energi (energy storage), serta (3) tingkat ketersediaan (availability) yang sangat tinggi yaitu diatas 95%. Namun demikian, pemulihan energi (energy recovery) panas bumi memakan waktu yang relatif lama yaitu hingga beberapa ratus tahun. Secara teknis-ekonomis, suatu lokasi sumber panas bumi mampu menyediakan energi untuk jangka waktu antara 30-50 tahun, sebelum ditemukan lokasi pengganti yang baru.

Tabel 4 Pemanfaatan dan perkembangan energi panas bumi di berbagai negara

Negara

1976 (MW)

1980 (MW)

1985 (MW)

2000 (MW)

Amerika Serikat
Italia
Filipina
Jepang
Selandai Baru
Meksiko
Islandia
Rusia
Turki
China
Indonesia
Argentina
Kanada
Spanyol

522
421
-
68
192
78,5
2,5
3
0,5
1
-
-
-
-

908
455
443
218
203
218
64
5,7
0,5
3
2,3
-
-
-

3.500
800
1.726
6.900
282
1.000
150
-
400
50
32,3
20
10
25

30.000
-
4.000
48.000
352
10.000
500
-
1.000
200
3.500
-
-
200

Jumlah

1.288,5

2.520,5

14.895,3

97.752


Apabila dilihat dari tabel tersebut di atas, tampak bahwa pemenuhan kebutuhan energi listrik pada beberapa negara melalui pemanfaatan energi panas bumi terus meningkat.
Selain untuk tenaga listrik, panas bumi dapat langsung dimanfaatkan untuk kegiatan usaha pemanfaatan energi dan/atau fluidanya, misalnya dimanfaatkan dalam dunia agroindustri. Sejumlah lapangan panas bumi Indonesia berdekatan bahkan berada di daerah pertanian, peternakan, kehutanan dan perkebunan yang membutuhkan energi panas dalam proses produksi maupun pengolahan hasil, yaitu untuk proses pengeringan, pengawetan, sterilisasi, pasteurisasi, pemanasan dan sebagainya.

Dampak Negatif Terhadap Lingkungan.

Potensi panas bumi terdapat di kawasan pegunungan yang biasanya dijadikan kawasan konservasi sebagai hutan lindung. Dengan adanya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber panas bumi di kawasan tersebut dapat mengganggu daerah konservasi tersebut. Serta kemungkinan terjadi pencemaran air tanah oleh kontaminan yang terbawa naik fluida panas bumi.

Harga Energi Panas Bumi.

Harga jual uap untuk pembangkit listrik saat ini berkisar 3,7 s/d 38 sen US$/kWh, sedangkan harga jual listrik berkisar 4,2 s/d 4,4 sen US$/kWh.

Masa Depan Energi Panas Bumi.

Pergerakan lapisan bumi yang saling bertumbukan menyebabkan terjadinya proses radioaktif di kedalaman lapisan bumi sehingga menyebabkan terbentuknya magma dengan temperatur lebih dari 2000 °C. Setiap tahun air hujan serta lelehan salju meresap ke dalam lapisan bumi, dan tertampung di suatu lapisan batuan yang telah terkena arus panas dan magma. Lapisan batuan itu disebut dengan geothermal reservoir yang mempunyai kisaran temperatur antara 200° - 300 °C. Siklus air yang setiap tahun berlangsung menyebabkan lapisan batuan reservoir sebagai tempat penghasil energi panas bumi yang dapat terus menerus diproduksi dalam jangka waktu yang sangat lama. Itulah sebabnya mengapa panas bumi disebut sebagai energi terbarukan.
Penggunaan panas bumi sebagai salah satu sumber tenaga listrik memiliki banyak keuntungan di sektor lingkungan maupun ekonomi bila dibandingkan sumber daya alam lainnya seperti batubara, minyak bumi, air dan sebagainya. Tidak seperti sumber daya alam lainnya. Sifat panas bumi sebagai energi terbarukan menjamin kehandalan operasional pembangkit karena fluida panas bumi sebagai sumber tenaga yang digunakan sebagai penggeraknya akan selalu tersedia dan tidak akan mengalami penurunan jumlah.
Pada sektor lingkungan, berdirinya pembangkit panas bumi tidak akan mempengaruhi persediaan air tanah di daerah tersebut karena sisa buangan air disuntikkan ke bumi dengan kedalaman yang jauh dari lapisan aliran air tanah. Limbah yang dihasilkan juga hanya berupa air sehingga tidak mengotori udara dan merusak atmosfer. Kebersihan lingkungan sekitar pembangkit pun tetap terjaga karena pengoperasiannya tidak memerlukan bahan bakar, tidak seperti pembangkit listrik tenaga lain yang memiliki gas buangan berbahaya akibat pembakaran.
Sedangkan di sektor ekonomi, pengembangan energi panas bumi dapat meningkatkan devisa negara. Penggunaannya dapat meminimalkan pemakaian bahan bakar yang berasal dari fosil (minyak bumi, gas dan batubara) di dalam negeri sehingga, mereka dapat diekspor dan menjadikan pemasukan bagi negara. Hal ini mengingat sifat energi panas bumi yang tidak dapat diangkut jauh dari sumbernya. Dengan mengembangkan panas bumi, kapasitas sebesar 330 MW yang dihasilkan energi panas bumi, negara dapat menghemat pemakaian minyak bumi sebesar 105 MM BBL.
Selain sebagai sumber listrik, energi panas bumi juga bisa dimanfaatkan dalam dunia agroindustri. Sejumlah lapangan panas bumi Indonesia berdekatan bahkan berada di daerah pertanian, peternakan, kehutanan dan perkebunan yang membutuhkan energi panas dalam proses produksi maupun pengolahan hasil. Energi panas memang paling dibutuhkan dalam proses pengeringan, pengawetan, sterilisasi, pasteurisasi, pemanasan dan sebagainya. Selama ini, petani menggunakan bahan bakar minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Semakin besar industri yang mereka garap, semakin besar pula BBM yang diperlukan.

Sumber bacaan:

UU RI No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.

Suara Merdeka online, “ Harga Listrik Panas Bumi Dinilai Telalu Murah”, Selasa 14 Nopembeer 2006.

Info Energi online, “Energi Panas Bumi, Energi Terbarukan”, http://infoenergi.wordpress.com.

Wisnu Arya Wardhana dkk, “Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia”, Elektro Indonesia Edisi 15, Nopember 1998.

Sugiharto Harsoprayitno, “Peluang Panas Bumi Sebagai Sumber Energi Alternatif Dalam Penyediaan Tenaga Listrik Nasional”, Departemen ESDM.

Rifiqi Hasan, “Listrik dari Panas Bumi Bedugul”, http://www.tempo.co.id.

Dirjen LPE, “Kebijakan Pemanfaatan Pasa Bumi Untuk Kelistgrikan Nasional”, Departemen ESDM.

sumber berita : http://agungr.vox.com/library/post/energi-panas-bumi-1.html

Tuesday, May 4, 2010

SBY janji hapus hambatan investasi panas bumi

Selasa, 27 April 2010
Bisnis Indonesia
Wartawan/Penulis: NURBAITI & LINDA T. SILITONGA

Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden), Hatta Rajasa (Menko Perekonomian)
SBY janji hapus hambatan investasi panas bumi

OLEH NURBAITI & LINDA T. SILITONGA

Bisnis Indonesia
NUSA DUA, Bali: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan akan menghapus aturan yang menghambat masuknya investasi, baik lokal maupun asing, dalam pengembangan panas bumi untuk menjadi pemain utama dunia di energi tersebut.
Bersamaan dengan Penyelenggaraan World Geothermal Congress (WGC) 2010—dihadiri lebih dari 2.500 perusahaan dari 85 negara lain—yang bertujuan menggenjot penggunaan panas bumi, kemarin ditandatangani 12 proyek perjanjian kerja sama pengembangan energi itu dengan nilai US$5 miliar.
"Saya tahu banyak sejumlah halangan [yang bisa mengganggu] ketertarikan lokal dan asing untuk berinvestasi [membangun PLTP], dan saya telah menyingkirkan halangan tersebut," katanya dalam pembukaan WGC 2010. Upaya menyingkirkan halangan berinvestasi, tambah Presiden, bertujuan menggenjot penggunaan energi panas bumi. Indonesia saat ini baru memanfaatkan potensi energi itu sebesar 4,2%. Padahal negara ini menguasai 40% dari total potensi panas bumi dunia.
Sebagai gambaran, Amerika Serikat saat ini telah menggunakan energi geotermal sebesar 4.000 megawatt (MW) sehingga negara itu tercatat sebagai negara terbesar pengguna panas bumi. Setelah AS, Filipina menduduki peringkat kedua sekitar 2.000 MW dan peringkat ketiga Indonesia 1.100 MW. "Pada 2025, kontribusi panas bumi terhadap ketersediaan listrik nasional bisa mencapai 5%."
Dalam rangka menggenjot investasi panas bumi, pemerintah telah menetapkan ketentuan harga jual tertinggi US$ 0,097 per kWh. Selain itu, insentif lainnya berupa menyerahkan ketentuan strategi pembiayaan, termasuk usulan skema asuransi untuk kegiatan eksplorasi pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) ke pengembang listrik swasta (IPP) serta setiap lelang panas bumi yang dilakukan pemda juga melibatkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Sumber energi
Berkaitan dengan Penandatanganan 12 proyek kerja sama bernilai US$5 miliar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan Penandatanganan kesepakatan pengembangan proyek panas bumi tersebut diharapkan bisa memacu penggunaan panas bumi sebagai sumber energi nasional.
"Hari ini [kemarin], telah ditandatangani 12 proyek panas bumi dengan nilai investasi lebih dari US$5 miliar. Nilai investasi ini diharapkan semakin meningkat ke depan karena Indonesia mempunyai potensi panas bumi cukup besar," ujarnya berharap.
Dia menilai potensi panas bumi sebesar 40% dari potensi dunia yang tersebar mulai dari kawasan Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. Kondisi ini diyakini menarik bagi investor untuk dikembangkan. "Kerja sama panas bumi itu dapat mempercepat penyelesaian megaproyek 10.000 MW tahap II." Sebanyak 12 proyek kerja sama yang diteken PLN a.l. perjanjian jual beli uap panas bumi empat proyek PLTP milik PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berkapasitas 320 MW dengan nilai. US$541 juta.
Keempat proyek pembangkit itu, yakni PLTP Lahendong unit 4 (1x20 MW) dan PLTP Kotamo-bagu (4x20 MW) di Sulawesi Utara, PLTP Hululais, Bengkulu (2x55 MW) serta PLTP Sungai Penuh Jambi (2x55 MW).
Proyek lainnya yang diteken penyerahan izin usaha panas bumi dari pemerintah daerah kepada pemenang lelang berkapasitas 230 MW dengan total investasi US$690 juta: Proyek itu a.l. PLTP Sokoria oleh Pemkab Ende, NTT kepada PT Sokoria Geothermal Indonesia, Pemkab Solok dan PT Supreme Energy untuk proyek PLTP Liki Pinangawan Muara Laboh.
Selain itu, penyerahterimaan SK Penetapan Pemenang Lelang WKP kepada PT Golden Spike Indonesia dari Pemprov Jawa Tengah untuk proyek PLTP Gunung Ungaran dan Pemkab Lampung Selatan kepada PT Supreme Energy untuk proyek Gunung Raja-basa. Proyek dengan total kapasitas sebesar 330 MW itu diperkirakan membutuhkan investasi sebesar US$990 juta. "Pasokan listrik di beberapa daerah akan semakin kuat dengan ditandatanganinya perjanjian jual beli uap tersebut. Bahkan pasokan listrik di Sulawesi Utara juga akan bertambah dengan masuknya PLTP Kotamo-bagu," ujar Direktur Perencanaan Teknologi PLN Nasri Sebayang.
(ibeth. nur bait i@ bisnis, co. id/Iinda, silitonga® bisnis, co. id)

SUMMARY :
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan akan menghapus aturan yang menghambat masuknya investasi, baik lokal maupun asing, dalam pengembangan panas bumi untuk menjadi pemain utama dunia di energi tersebut. Bersamaan dengan Penyelenggaraan World Geothermal Congress (WGC) 2010—dihadiri lebih dari 2.500 perusahaan dari 85 negara lain—yang bertujuan menggenjot penggunaan panas bumi, kemarin ditandatangani 12 proyek perjanjian kerja sama pengembangan energi itu dengan nilai US$5 miliar. Sebagai gambaran, Amerika Serikat saat ini telah menggunakan energi geotermal sebesar 4.000 megawatt (MW) sehingga negara itu tercatat sebagai negara terbesar pengguna panas bumi. Setelah AS, Filipina menduduki peringkat kedua sekitar 2.000 MW dan peringkat ketiga Indonesia 1.100 MW. Dalam rangka menggenjot investasi panas bumi, pemerintah telah menetapkan ketentuan harga jual tertinggi US$ 0,097 per kWh. Selain itu, insentif lainnya berupa menyerahkan ketentuan strategi pembiayaan, termasuk usulan skema asuransi untuk kegiatan eksplorasi pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) ke pengembang listrik swasta (IPP) serta setiap lelang panas bumi yang dilakukan pemda juga melibatkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

sumber: http://www.starbrainindonesia.com/site/mpm/2287/sby-janji-hapus-hambatan-investasi-panas-bumi

Monday, March 29, 2010

PULANG

kala lelah melangkah dan raga penat letih
rindu membawaku pulang
pada ayah pada ibu dan pada cokelat kelabu kampung kita
pada merdu kicau kuau dan tekukur di ranting-ranting kemiri depan rumah kita
pada gemericik air pancuran dan sejuk angin pegunungan
pada embun pagi di hijau daun dan rerumputan
pada denting gitar dan nyanyian anak kampung yang menyeruak di malam2 sunyi
pada dentang lonceng gereja tua yang menyibak dingin pagi

di sana...
setapak tua nan elok meliuk melintasi tepi2 kampung kita
rindukan pijak kaki kita kembali
dan kenanglah...
Kelikiku nan anggun menjulang
setia menanti kita PULANG...


@ this poem dedicated to all of sokoria's overseas

Monday, January 25, 2010

TANGGAPAN TENTANG KEBERADAAN PROYEK PLTP MUTUBUSA

Rabu, 30 September 2009
Masyarakat Sokoria Sambut Baik PLTP Mutubusa
Oleh Philipus Suri
Ende, Flores Pos

Masyarakat Desa Sokoria, Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende sangat mendukung hadirnya proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sokoria (Mutubusa). Sudah lama masyarakat Desa Sokoria menunggu. Sekarang sudah ada pemenang tender yaitu PT Sokoria Geothermal Indonesia yang mau mengelola panas bumi Sokoria. PT Sokoria Geothermal Indonesia merupakan konsorsium PT Bakrie Power dan PT Energi Management Indonesia (EMI) bukan ENI.
“Kami masyarakat Desa Sokoria menyambut baik pembangunan proyek PLTP Sokoria (Mutubusa). Kami minta PT Sokoria Geothermal Indonesia sebagai pemenang tender segeralah datang untuk mengekploitasikan panas bumi ini. Karena kami sangat membutuhkan listrik,” kata Sirilus Renggu, salah satu tokoh masyarakat Desa Sokoria melalui telepon selulernya dari Sokoria kepada Flores Pos di Ende, Senin (28/9).
Kata Sirilus, saat ini masyarakat dan tokoh masyarakat Desa Sokoria lainnya sudah mengetahui bahwa Bupati Ende, Don Bosco M. Wangge sudah menandatangani MoU pemenang tender dengan PT Sokoria Geothermal Indonesia di Jakarta untuk mengelola PLTP Mutubusa.
“Ada masyarakat dan tokoh masyarakat datang ke saya minta agar PT Sokoria Geothermal Indonesia jangan menunda-nunda lagi. Datang sudah,” kata mantan anggota DPRD Ende 2 periode, 1999-2004 dan 2004-2009.
Dia meminta berbagai elemen masyarakat Kabupaten Ende agar mendukung proyek PLTP Sokoria (Mutubusa). Jangan melihat uang Rp100 miliar. Uang Rp100 miliar itu adalah uang jaminan dari PT Sokoria Geothermal Indonesia kepada Pemkab Ende.
“Jika PT Sokoria Geothermal Indonesia melaksanakan kewajibannya dalam 6 bulan ke depan, uang Rp100 miliar itu mereka akan tarik kembali. Bukan milik Pemkab Ende lagi kecuali mereka tidak melaksanakan kewajibannya”.
Dia juga minta kepada Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende dan Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (GMPI) yang melakukan aksi demo menolak PLTP Sokoria (Mutubusa) pada Sabtu (26/9) lalu ke Pemkab dan DPRD Ende agar juga bisa memaparkan hasil kajian teknis soal dampak dari pembangunan proyek PLTP Mutubusa.
Karena rencana pembangunan PLTP Sokoria (Mutubusa), kata Sirilus, sudah sejak beberapa tahun lalu, pada kepemimpinan Bupati Paulinus Domi. Sejak saat itu ada kegiatan pengeboran untuk meneliti landaian suhu. Tapi masyarakat Sokoria tidak menolak atau mempertanyakan. ”Jadi, masyarakat sangat Sokoria sangat mendukung. Dan, sekarang masyarakat Sokoria sangat menyambut baik hadirnya PT Sokoria Geothermal Indonesia untuk membangun proyek PLTP Sokoria (Mutubusa)”.
Menjanjikan
Sementara mantan anggota DPRD Ende, H. Djamal Humris kepada Flores Pos, Senin (28/9), mengatakan pembangunan proyek PLTP Sokoria (Mutubusa) sangat positif dan menjanjikan bagi masyarakat Kabupaten Ende ke depan. Bukan saja hanya mendukung ketersediaan tenaga listrik, tetapi juga akan mendukung sektor-sektor lain seperti sektor industri, pariwisata, dan pertanian.
“Bagi yang belum memahami manfaat dari proyek tersebut jangan asal menolak. Harus ada kajian ilmiah. Karena rencana pembangunan proyek PLTP Sokoria (Mutubusa) sejak masa kepemimpinan Paulinus Domi. Dan, itu pernah disosialisasikan oleh pakarnya di lantai 2 Kantor Bupati Ende. Jadi proyek itu harus didukung,” katanya.
Itu pun pada periode lalu, kata Djamal, ada anggaran dari APBD Ende untuk mendukung rencana pembangunan proyek PLTP tersebut. Anggaran itu untuk pembenahan jalan ke Sokoria dan dana pendamping lainnya seperti pembebasan lahan.
Sudah Rujuk UU
Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Ende, Bernabas L. Wangge ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/9) mengatakan pembangunan proyek PLTP Sokoria sudah merujuk pada UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi, Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi, dan Keputusan Menteri ESDM No. 1534K/30/MEM/2008 tentang Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Sokoria, Kabupaten Ende.
Dia juga mengatakan, Bupati Ende belum mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Sokoria Geothermal Indonesia guna melakukan pembangunan proyek PLTP Sokoria. Karena salah satu syaratnya harus ada uang jaminan dulu sebagai jaminan kesungguhan.
“Jika uang jaminan Rp100 miliar itu sudah ada, Pemkab Ende tidak akan pakai termasuk bunganya. Bila 6 bulan ke depan PT Sokoria Geothermal Indonesia sudah melakukan kegiatan sesuai kontrak kerja, uang jaminan tersebut pihaknya akan tarik kembali,” katanya. *

Kecemasan Warga Ngalupolo Terhadap PLTP Mutubusa
oleh : d_lomen

Masyarakat Desa Ngalupolo, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende, Flores, NTT mengaku cemas dengan rencana eksplorasi gas alam Mutubusa di Sokoria, Ndona Timur, Ende, Flores, NTT yang akan dilaksanakan oleh PT. Sokoria Geothermal Indonesia (SGI). Keputusan Pemerintah Kabupaten Ende mengijinkan pihak PT. SGI mengembang proyek pembangkit listrik panas bumi tersebut sesungguhnya mendapat penolakan keras dari elemen mahasiswa dan LSM pemerhati lingkungan. Alasannya sudah banyak proyek serupa yang merusak lingkungan di Indonesia. Contoh nyata seperti semburan lumpur panas di Mataloko, Bajawa, Flores, NTT pertengahan 2009 dan semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur (2006-sekarang).
Namun rupanya ambisi pemerintah daerah untuk segera memenuhi kebutuhan listrik kepada masyarakat seakan mengabaikan semua penolakan yang disuarakan mahasiswa.
Bagi warga Ngalupolo yang bermukim di pesisir, realisasi proyek tersebut menjadi ancaman serius terhadap kelangsungan hidup mereka. Pasalnya, satu-satunya air sungai yang selama ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, bersumber dari pegunungan Sokoria (lokasi proyek). Praktis, jika aliran sungai tersebut tercemar zat-zat kimia, maka bayaha serius akan dirasakan 600-san jiwa warga di kampung itu. Bahaya lain yang juga menjadi kekewatiran masyarakat adalah ketika sebagian hutan di hulu dibabat untuk kepentingan proyek, maka debit air jelas akan turun termasuk juga ancaman banjir bandang.

Diterbitkan di: Desember 07, 2009

Thursday, January 21, 2010

SURAT DARI KAMPUNG

Sobatku yang baik,

Sore ini ketika aku menulis surat ini di luar hujan deras. Garis-garis air bagai jarum berjatuhan di atas daun-daun, di atas rerumputan. Lewat jendela kulemparkan pandangan ke lapangan rumput di depan gereja. Air hujan membentuk kolam-kolam kecil yang bening di atas rumput hijau di beberapa bagian lapangan yang berlekuk. Aku tersenyum teringat kamu yang jenaka dan sedikit usil. Saat-saat seperti ini biasanya kita berlarian menuju lapangan itu, saling menggoda, bergulingan di genangan-genangan air itu. Biasanya kau paling nakal, membuat kami teman-temanmu berjatuhan lalu tertawa berderai.

Sobat,

Apakah di tempat kau berada saat ini ada keriangan waktu hujan seperti di kampung kita? Aku sangsi. Aku cemas ketika menyaksikan berita di televisi bahwa kotamu sering dilanda banjir ketika hujan turun. Apakah tempat tinggalmu juga terendam banjir seperti yang aku saksikan di televisi? Aku coba melihat dengan seksama tayangan demi tayangan, barangkali ada engkau di atas perahu karet penolong. Aku tidak bermaksud menertawakanmu. Aku hanya mencemaskanmu, sobat. Semoga kau selalu baik-baik saja adanya.

Sobat,

Sudah cukup lama kita tidak bertemu. Masih ingatkah kau pada kami teman-temanmu di sini? Senja atau malam hari purnama, saat duduk-duduk di teras rumah, kami juga membicarakanmu. Kadang-kadang tawa kami berderai bila bercerita tentang kelakuan kita yang lucu-lucu waktu kecil. Menunggang kuda tanpa pelana dan berpacu hingga pantat kita lecet-lecet. Hahaha... tetapi kita tak pernah jera dan selalu mengulangnya kembali. Sore hari bermain bola dengan kaki tanpa sepatu, tak peduli kaki kita luka dan berdarah. Bermain di sungai Loworia hingga kelaparan. Ah terlalu banyak cerita masa kecil kita di sini. Masih ingat kah kau? Mudah-mudahan kau juga mengenangnya dan ikut tersenyum.

Sobat,

Hujan sudah mulai reda dan di luar sudah mulai gelap. Sampai di sini dulu ceritaku, lain waktu disambung lagi.

Salam dan doaku.

Friday, January 8, 2010

Pua Saleh Pertanyakan Keberangkatan Tiga Anggota DPRD

Studi Banding ke Lokasi Panas Bumi Garut
Oleh: Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos., 6 Januari 2010.
Ketua Fraksi Demokrat, Haji Pua Saleh mempertanyakan keberangkatan tiga anggota DPRD Ende ke lokasi panas bumi Garut untuk mengikuti studi banding. Tiga anggota Dewan masing-masing Philipus Kami, Damran I Baleti dan Maximus Deki merupakan tiga anggota Dewan yang selama ini begitu getol mempersoalkan rencana eksporasi dan eksploitasi panas bumi Mutubusa. Karena itu keberangkatan ketiganya apalagi dibiayai oleh pemerintah melalui Dinas Pertambangan dan Energi patut dipertanyakan. Apalagi, kata dia, informasi dari dinas menyebutkan bahwa keberangkatan mereka bukan untuk mengikuti studi banding ke Garut namun untuk menghadiri penandatanganan MoU jaminan keseriusan dari pihak investor dengan memberikan uang jaminan senilai Rp100 miliar.
Kepada Flores Pos di ruang kerja Komisi B, Rabu (30/12), Haji Pua Saleh mengatakan, keberangkatan ketiga anggota Dewan ini atas penunjukan dari pimpinan DPRD tanpa melalui mekanisme dan dinilai tidak transparan. Seharusnya, kata dia, jika ketiga anggota Dwan ii pergi mewakili lembaga Dewan maka seharusnya penunjukannya harus melalui mekanisme rapat Dewan untuk mengambil kesepakatan mengirim utusdan mengikuti kegiatan dimaksud apalagi kegiatan penandatanganan MoU jaminan keseriusan dari pihak investor.
Dikatakan, sebetulnya dia tidak keberatan atas keberangkatan ketiganya. Hanya saja tidak ada transparansi dalam penunjukan ketiganya. “Jadi pertanyaan apakah mereka mewakili lembaga atau berangkat secara indifidu atau pribadi,” kata Pua Saleh. Namun karena mereka sudah mengikuti kegiatan penandatanganan MoU tersebut maka setidaknya ketika mereka kembali nanti mereka mampu memberikan penjelasan atau sosialisasi terkait rencana eksporasi dan eksploitasi panas bumi Mutubusa kepada masyarakat. Hal yangperlu dijelaskan ketiganya, kata dia adalah menyangkut analisis dampak lingkungan (AMDAL), royalti yang diperoleh pemerintah dari kegiatan tersebut bagaimana langkah-langkah antisipasi ke depan mengingat proyek ini jangka waktunya cukup lama yakni mencapai 40 tahun.
Menurut Pua Saleh, selama ini masyarakat masih sangat awam soal kegiatan proyek panas bumi Mutubusa baik mengenai kajian AMDAL. Bahkan, kata dia, anggota DPRD Ende juga banyak yang belum memahami sejauh mana sosialisasi pemerintah daerah kepada masyarakat terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi panas bumi. Sejauh ini juga belum ada transparansi dari pemerintah terkait MoU dan kontrak kerja dengan pihak investor sehingga Dewan belum bisa menjadwalkan waktu melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pua Saleh menilai, lokasi panas bumi Mutubusa yang letaknya di ketinggian dan dibawahnya terletak pemukiman warga memang sangat riskan. “Kita khawatir kejadian di Lapindo bisa berpindah ke Mutubusa. Jelas kalau terjadi pemukiman warga yang ada di bawah dataran akan menjadi korban,” kata Pua Saleh.
Karena itu dia berharap, tiga anggota yang ditunjuk pimpinan mewakil lembaga Dewan yang dinilainya selama ini cukup ngotot menolak rencana proyek panas bumi ini mampu menterjemahkan langkah-langkah lebih lanjut setelah mereka kembali ke Ende. Jika nanti ada protes dari masyarakat yang datang ke lembaga Dewan ketiganya juga harus tampil memberikan penjelasan. “Selama ini ngotot tolak. Tapi kalau sudah jalan itu berarti sama dengan menyetujui.”
Pua Saleh juga mempertanyakan pembiayaan yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai segala kegiatan menyangkut rencana proyek panas bumi Mutubusa. Padahal, kata dia, seharusnya segala biaya tersebut menjadi tanggung jawab pihak investor. Namun pemerintah dalam APBD mengusulkan sejumlah anggaran dan telah ditetapkan bersama DPRD untuk membiayai segala kegiatan dimaksud dana lebih kurang Rp600 juta lebih yang telah dimanfaatkan. “Kesimpulannya terjadi saling tumpang tindih dari pos anggaran yang berbeda. Diduga, ada indikasi penggunaan dana itu fiktif,” kata Pua Saleh.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Ende, Barnabas L Wangge kepada Flores Pos dari Surabaya mengatakan, keberangkatan mereka ke Garut bukan untuk penandatanganan MoU jaminan keseriusan. Namun merupakan kegiatan studi banding ke lokasi panas bumi Garut untuk melihat langsung dampak dari kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan panas bumi di sana. Dampaknya sangat positif baik dari sisi pendidikan, ekoniomi, pertanian dan dari sisi pariwisata.
Terkait pendanaan, Wangge membantah dengan tegas jika dalam proses ini semua pendaan menjadi tanggung jawab pihak investor. Menurut dia, seluruh pembiayaan dalam proses ini masih menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Pihak investor baru membiayai semua kegiatan ketika ijin usaha pertambangan (IUP) dengan jaminan kesungguhan Rp100 miliar sudah diberikan. Jika sudah mulai dilakukan eksplorasi maka seluruh pembiayaan menjadi tanggung jawab investor. “Kita hanya bantu siapkan infrastruktur seperti jalan. Mereka (investor) juga harus siapkan jaminan sosial, pendidikan bagi masyarakat sekitar lokasi panas bumi.”
Sejauh ini, kata Wangge, IUP belum dapat dikeluarkan karena belum adanya kesepakatan harga jual per kwh antara pihak investor dengan PLN. Pihak investor menawarkan harga terlampau tinggi padahal patokan harga PLN hanya 9,7 sen per kwh sedangkan yang ditawarkan 12,5 sen per kwh. Untuk itu sedang diupayakan membuat usulan ke presiden agar poryek panas bumi Mutubusa masuk dalam perencanaan pengembangan kawasan timur Indonesia agar selisih harga bisa ditanggulangi oleh pemerintah dari APBN.
Anggota DPRD Ende, Philipus Kami yang dihubungi melalui telepon selularnya pada Rabu mengakui dia baru kembali dari Garut dan telah tiba di Kupang. Selanjutnya akan berangkat menuju Ende. Terkait keberangkatannya bersama dua anggota Dewan lainnya, Kami mengakui merupakan perjalanan dinas yang dibiayai oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi. Namun Kami membantah jika keberangkatan mereka itu untuk menghadiri penandatanganan MoU jaminan keseriusan. Akan tetapi, kata Kami, keberangkatan mereka bersama Wakil Bupati Ende, Achmad Mochdar, Kadis Pertambangan dan Energi, Barnabas L Wangge, sejumlah warga dari Komunitas Sokoria, dan staf kecamatan adalah kegiatan semacam studi banding ke lokasi panas bumi Garut.
Kehadiran mereka di Garut untuk melihat dari dekat keberadaan panas bumi Garut baik dari sisi pengaruh ekonomi, pengaruh atau dampak terhadap lingkungan dan pelayanan kepada masyarakat. Sebelum turun ke lokasi panas bumi Garut, kata Kami, mereka terlebih dahulu mengikuti penjelasan teknis dari pihak pengelola panas bumi Garut. Dalam penjelasan teknis dari pihak pengelola terkait dengan kekhawatirannya akan adanya zat berbahaya yang dapat membahayakan masyarakat dijelaskan bahwa zat itu memang ada. Hanya saja dalam pelaksanaannya ada upaya khusus yang dilakukan untuk membuang zat tersebut ke udara sehingga tidak membahayakan masyarakat.
Setelah mendengar penjelasan teknis, selanjutnya mereka ke lokasi panas bumi. Dari hasil pemantauan di lapangan, kata Kami, ada banyak hal yang selama ini dikhawatirkan ternyata tidak terjadi di lokasi panas bumi. Dia mengambil contoh, kondisi lingkungan yang dikhawatirkan ketika dieksplorasi dan dieksploitasi akan merusak lingkungan ternyata kondisi di lokasi panas bumi Garut sangat bertolak belakang. Tanaman bisa hidup dengan subur di lokasi panas bumi Garut. Selain itu, keberadaan panas bumi Garut juga sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat sekitar yang mulai membaik seiring dengan pengoperasian panas bumi Garut.

Thursday, January 7, 2010

2010

sedikit terlambat tetapi tak mengapa... SELAMAT TAHUN BARU 2010..... semoga segala usaha, kesehatan menjadi lebih baik. God bless us....