Friday, June 12, 2015

MENGENANG BPK. GURU STEFANUS LAGU


Keluarga besar ATA SOKORIA pasti berduka atas berpulangnya bpk. Guru Stefanus Lagu pada hari Kamis, 11 Juni 2015 di Nua Ria Sokoria. Semua yang pernah menjadi anak didiknya akan mengenangnya sesuai pengalamannya masing-masing dengan beliau.

Sehari-hari Ata Sokoria akrab menyapanya dengan panggilan Guru Fanus atau Guru Fanu, itu yang saya tahu sejak saya mulai mengenal beliau.

Dan ketika pertama kali mendapat berita via WA dari salah satu cucunya di Jakarta, Fransiska Wini, tentang kepergiannya, saya tertunduk dan berlinang air mata. Beliau adalah wali kelas saya sejak kelas II hingga kelas VI dan sekaligus salah satu teman seperjuangan bpk saya, alm. Bpk. Alfonsus Wiku di SDK Sokoria I. Saya mengenalnya cukup baik meskipun tidak lama dalam kebersamaan, yaitu hanya hingga saya lulus Sekolah Dasar di Sokoria.

Teringat sosoknya yang tegap tinggi, berkulit hitam manis dengan rambut hitam lurus tersisr rapih. Sepintas terlihat seperti orang dari negeri India. Gayanya khas di depan kelas, guru serba bisa, artinya bisa mengajar semua mata pelajaran. Ciri khas guru masa itu. Tegas, sederhana dan cukup sabar menghadapi anak didiknya yang kadang susah diatur, susah menerima pelajaran yang diberikannya.
Angkatan saya yang merupakan murid-muridnya adalah kumpulan anak lelaki (masa itu semua murid SDK Sokoria I laki-laki) yang rata-rata aktif. Sedikit saja ada waktu kosong di kelas tanpa guru pasti sudah ada kegaduhan kecil. Salah satu yang saya ingat adalah bernyanyi sambil menirukan gaya pemain band. Ini biasa dilakukan oleh teman-teman kelas dari Sokoria Nua Ria yang masa itu punya band kebanggaan pimpinan bpk guru Adam Gado. Bpk guru Stefanus Lagu pasti tersenyum jika mendengar cerita-cerita kenangan bersama anak didiknya.

Agustus dua tahun yang lalu saya bertemu dan sempat ngobrol berdua dengan beliau di "rate" tepat di depan Sao Ata Laki Sokoria Nua Ria. Sosoknya memang sudah terlihat rapuh, tidak gagah seperti dulu tetapi senyum dan sapanya tidak berubah. Ramah. Beliau senang ketika mendengar cerita saya tentang teman-teman seangkatan saya yang nota bene adalah mantan murid-muridnya, yang merantau bersama di Jakarta, juga yang sempat saya temui di Kupang dalam perjalanan Jakarta - Ende. Beliau tersenyum, mungkin mengenang kembali anak-anak didiknya yang imut-imut tetapi kadang membuatnya marah. Saat itu saya juga mengatakan kepada beliau bahwa masa paling indah adalah saat bersekolah di SD dan guru-guru yang paling dikenang adalah guru-guru SD. Mereka sungguh-sungguh pahlawan tanpa tanda jasa, mereka yang pertama kali membuat anak didiknya bisa menulis dan membaca. (Catatan, saat itu di Sokoria belum ada TK). Menyudahi obrolan, saya menyalami dan mencium tangannya serta mengucapkan banyak terimakasih atas bimbingannya selama di SD. Dan harapan beliau sederhana, semoga Sokoria selalu lebih maju dari waktu ke waktu karena sudah hampir semua anak Sokoria dewasa ini mengenyam pendidikan, tidak seperti masanya dahulu.

Bapak guru Fanus adalah salah satu di antara beberapa putra Sokoria yang merupakan angkatan awal, angkatan perintis sebagai Guru. Mohon maaf, kalau saya salah.

Ata Sokoria patut berbangga dan berterimakasih dengan keberadaan Bpk guru Fanus yang melewati masa hidupnya di kampung halaman sendiri. Tidak sekedar menjadi guru sekolah tetapi juga guru bagi masyarakat seluruhnya. Tentu banyak kenangan, banyak hal baik yang ditinggalkan beliau untuk kita ATA SOKORIA.

Kini usai sudah pengabdiannya bagi keluarga dan bagi kampung halaman tercinta Sokoria. Terbaring tenang dalam kedamaian abadi. Tidak lagi berbicara dengan kata-kata, tidak lagi memberi contoh dengan perilakunya. Kitalah, murid-muridnya, anak didiknya yang harus berbicara untuknya, meneruskan kebaikan, kesederhanaannya dan semangatnya untuk berjuang tiada henti menuju Sokoria yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Terimakasih dan selamat jalan Bpk Guru. Tuhan bersamamu. RIP.

Jakarta, 12 juni 2015

No comments:

Post a Comment

Thanks for your comment